Lilik Duwi Wahyudi lahir dari keluarga sederhana dipinggiran Kota Tuban. Lilik dibesarkan dalam kerasnya kehidupan buruh penggarap lahan Perhutani. Orang tuanya hanya mampu menyekolahkan sampai SMP. Untuk melanjutkan SMA Lilik harus mencari biaya sendiri. Keadaan ini tidak menjatuhkan Lilik yang pantang putus asa. “Saya berkeinginan untuk merubah nasib, kemiskinan menjadi motivasi yang besar untuk tidak diwariskan. Melalui kerja keras akan saya jadikan modal utama untuk menggapai mimpi” ungkapnya. Lilik harus bekerja untuk membantu orang tua. Bukan pekerjaan keren seperti anak-anak kota, tidak ada peluang seperti itu di kota kecil. Yang ada adalah pekerjaan sebagai penambang batu kapur, jadi kuli yang mengandalkan otot dan dijemur terik matahari. “Seakan mudah dan ringan diucapkan, bisa pingsan kalau dijalani” kenangnya. Pekerjaan ini sudah dijalani Lilik sejak SMP, bocah kecil kurus hitam terjemur matahari, tapi berniat besar dan semangat sekuat kawat. Keterbatasan dan keharusan kerja membuat Lilik tidak bisa sekolah di SMA favorit, tapi di SMA kecil yang masih numpang di bangunan SMP swasta. Lulus SMA, Lilik dihadapkan pada keputusan terbesar dalam hidupnya. Prestasi sekolahnya biasa saja, kondisi keluarga juga mengharapkan dia segera bekerja untuk membantu ekonomi orang tua.
Banyak teman sedesa yang sudah menikah, bekerja, punya anak dan “mapan”. Kuliah adalah kemewahan yang mahal dan tak mungkin terbeli. “Sempat terbesit untuk mengubur mimpi menjadi sarjana, menjadi peneliti dan ilmuwan” lanjutnya. Mimpi sedari kecil yang menguatkan ketika lelah dengan kerasnya kehidupan penambang kapur. Tapi tanpa kuliah bagaimana dia bisa mengubah kondisi “mapan” dalam kemiskinan. Bagaimana dia bisa memberi sesuatu dan merawat orang tuanya nanti.
Dimana ada kemauan pasti ada jalan, doa akan membuka jalan yang sepertinya mustahil sekalipun. Dia terlalu berani atau sekedar bodoh hingga tetap mendaftar ke Perguruan Tinggi. “Alhamdulillah lolos, tapi jauh sekali dari Tuban, diujung timur Propinsi Jawa Timur. Saya diterima di Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Jember.” sekali lagi sorot mata lilik teringat jalan hidupnya merantau di kota orang. Ujian dan kesulitan harus dijalani dengan Keyakinan akan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Entah hikmah apa yang terkandung dalam pemberian yang tidak mudah ini.
Berbekal tabungan hasil menambang batu kapur yang tidak seberapa, tanpa jaminan ada kiriman bulanan, tanpa kepastian bagaimana makan bulan depan, Lilik berangkat kuliah ke Jember. Semangat, tekad dan do’a mengantarkan Lilik memulai perjalanan baru di kota yang jauh. Lilik bekerja menjadi tentor siswa SMA untuk membiayai kuliah dan hidupnya di Kota Jember. “Hidup itu bukan drama sedih menye-menye, setiap tarikan nafas dapat dinikmati dengan canda bersama teman-teman” senyumnya melayang bayang teman kuliah dulu. Selama kuliah, Lilik aktif dalam banyak kegiatan kemahasiswaan dan lomba-lomba termasuk PKM. Setiap tahun dia mendapat pendanaan PKM-P dari BELMAWA-DIKTI. Penelitian skripsi dilakukan di CDAST dengan bimbingan Bu Ika dan Prof. Tri Agus dapat diselesaikan dengan cepat sehingga lulus cum-laude. Lilik adalah satu-satunya lulusan cum-laude Jurusan kimia di angkatannya. “Kalau ditanya bagaimana sangat cepat mengerjakan risetnya?, jawabnya lembur-lembur sampai malam, dan itu dibandingkan jadi kuli penambang kapur, kerja di laboratorium adalah kemewahan tiada tara” kata Lilik. Kita tidak akan mengeluh ketika pernah ada dalam keadaan yang jauh lebih buruk, kesulitan membuat kita kuat dan bersyukur pada kondisi yang dimiliki saat ini.
Perjalanan nasib masih menantang Lilik setinggi apa mimpinya. Kemampuan dan kerja keras memikat hati pembimbingnya dan mengupayakan untuk mendapatkan beasiswa magister. Episode perjuangan berlanjut dengan tawaran beasiswa S2 di Department of Convergence Medical Science, Gyeongsang National University, Korea Selatan. “Menjalani tidak semudah menceritakan, di Korea biarpun Master program berbahasa Inggris, tapi kemampuan Bahasa Korea adalah keharusan. Budaya kerja yang sangat berbeda seperti juga musim dan hidup keseharian adalah tantangan yang tidak cukup dilawan dengan kekuatan otot, tapi juga mental, pikiran dan kesabaran” pungkas Lilik diujung ceritanya. Sekali lagi hasil tidak pernah mengkhianati usaha, Lilik mampu menyelesaikan studi S2 selama 2 tahun dan mendapatkan penghargaan sebagai Best Presenter at Young Investigator Award oleh Korean Society of Cancer Prevention tahun 2017. Lilik juga memiliki 5 publikasi internasional di Jurnal Bereputasi. Prestasi dan kinerja Lilik selama S2 membuat dia sekarang mendapat tawaran melanjutkan S3 di Department of Oriental Medicine, Dongguk University, Korea Selatan.